Minggu, 11 Mei 2014

Masuknya VOC ke Kerajaan Mataram Islam



BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
                        Keadaan kerajaan-kerajaan islam menjelang datangnya Belanda di akhir abad ke 16 dan awal abad ke 17 ke indonesia berbeda-beda bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga proses islamisasinya.
                        Di jawa, pusat kerajaan islam sudah pindah dari pesisir kedalam, yaitu dari Demak ke Pajang kemudian Ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah islam di Jawa.
                        Belanda datang ke Indonesia, untuk mengembangankan usaha perdangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa.
Dan perseruan Amsterdam mengirim beberapa armada kapal dagangannya ke Indonesia, dan diikuti banyak perseroan lain yang juga ingin berdagang dan berlayar ke Indonesia. Kemudian perseroan-perseroan itu bergabung dan di sahkan oleh Staten General Republik dengn satu piagam yang memberi hak kusus untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan di kawasan Kepulauan Nusantara. Perseroan itu bernama VOC.
                        Dalam usaha mengembangkan usaha perdagangannya. VOC nampak ingin melakukan Monopoli, karena itu, aktivitas ingin menguasai perdagangan Indonesia menimbulkan perlawanan pedagang-pedagang pribumi karena merasa terancam.
                        Pada tahun 1798 VOC dibubarkan karena sebelumnya pada 1795 izin operasinya di cabut. Dibubarkannya VOC disebabkan beberapa factor. Dengan bubarnya VOC pada pergantian abad ke 18 secara resmi Indonesia berpindah ketangan pemerintahan Belanda, karena pemerintahan belanda memanfaatkan daerah jajahan untuk memberi keuntungan sebanyak-banyaknya kepada negri induk, guna menanggulangi masalah ekonomi Belanda yang sedang mengalami kebangkrutan akibat perang.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah singkat kerajaan Mataram islam?
2.      Bagaimana awal masuknya VOC dan tanggapan dari kerajaan Mataram     islam?
3.      Bagaimana perlawanan dari kerajaan Mataram islam kepada Voc?
4.      Bagaimana isi dari perjanjian Giyanti?
5.      Bagaimana VOC menuju kebangkrutan dan pembubaran?

1.3 Tujuan
Tujuan Utama dari makalah ini adalah untuk menjelaskan dan manganalisis sejarah awal masuknya VOC serta reaksi dari kerajaan Mataram islam dan kemunduran VOC. Tujuan Khususnya yaitu untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia II


           

BAB II
PEMBAHASAN
 1.Sejarah Kerajaan Mataram Islam
            Mataram merupaken kerajaan berbasis agraris/pertanian & relatif lemah secara maritim. Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yg bisa dilihat sampai kini, seperti kampung Matraman di Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat, penggunaan hanacaraka dlm literatur bahasa Sunda, politik feodal di Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yg masih berlaku sampai sekarang. Kesultanan Mataram ialah kerajaan Islam di Pulau Jawa yg pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela & Ki Ageng Pemanahan, yg mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya ialah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat di “Bumi Mentaok” yg diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama ialah Sutawijaya [Panembahan Senapati], putra dari Ki Ageng Pemanahan.
2.Awal masuknya VOC di dalam kerajaan Mataram Islam
            Tahun 1601, Sultan Agung mengambil alih pemerintahan Mataram dari senopati. Pada tahun 1628, praktis Mataram berkuasa hampir di seluruh jawa. Hanya saja, Banten yang terletak di sebelah barat, luput dari kekuasaan Mataram. Secara geografis, antara Banten dan Mataram terletak di Batavia, wilayah yang dikuasai Coen.
Pada waktu itu, Sultan Agung belum memandang Belanda sebagai musuh, melainkan pedagang semata. Karena itu, ia tidak menganggap Belanda akan mencari kekuasaan dan kejayaan, apalagi mengambil tanah sebagai milik. Barulah setelah VOC menolak meminjamkan kapal-kapalnya kepada Mataram untuk menyerang Banten, Mataram menganggap Mataram sebagai musuh. Penolakkan ini menyebabkan Sultan Agung bertekad untuk menaklukkan Batavia terlebih dahulu sebelum menyerang Banten.
3.Perlawanan-perlawanan dari kerajaan Mataram islam
            Pasukan Sultan Agung dengan 60 kapal yang datang menyerang Batavia. Namun, serangan ini gagal karena armada Mataram datang dua hari lebih cepat daripada pasukan darat. Pasukan darat ini tidak mempunyai meriam dan senjata untuk menghancurkan benteng Batavia, sedangkan Belanda, mempunyai meriam untuk ditembakkan ke kapal-kapal Mataram. Demi melindungi pasukan darat, Buareksa membangun alur-alur pertahanan.
            Hungga bulan september 1628, buareksa belum juga dapat mengalahkan VOC yang berada di dalam benteng meskipun sudah berulang kali mengadakan serangan, sedangkan VOC sudah sempat melakukan serangan balik ke markas pertahanan Mataram. Serangan yang dilakukan oleh seluruh pasukan sebanyak 2.800 orang itu banyak menewaskan tentara Mataram. Buareksa pun tewas. Pasukan Mataram yang tersisa, melarikan diri ke gunung-gunung sekitar Jakarta.
Pada saat yang sama, pasukan Mataram dibawah pimpinan Surongalolo tiba dan menyerang. Pasukan VOC dapat dipukul mundur hampir saja mereka dapat menduduki benteng Batavia. Hanya karena sebagian kecil pasukan Belanda menembaki mereka dari tembok bentenglah, serangan Mataram tertahan.
                        Kesempatan baik tidak lagi menghampiri Surongalolo. Ia pun maklum. Tanpa meriam serangan terhadap Batavia tidak akan berhasil.
                        Setahun kemudian, 1629, sebanyak 80.000 pasukan dari Mataram menyerang Batavia, lengkap dengan meriam-meriam yang dibawa. Untuk mencukupi makanan bagi pasukan, beras dikumpulkan di pelabuhan Tegal dan Cirebon. Coen tinggal diam. Ia kirimkan kapal-kapal perangnya menuju kedua pelabuhan tersebut untuk membakar gudang-gudang beras yang ada. Akibatnya, boleh dikatakan pasukan Mataram sudah kalah sewaktu mereka tiba di Batavia .dengan kondisi anggota pasukan yang kelaparan, mereim-meriam yang belum juga bisa menghancukan benteng, pada pertengahan Oktober, pasukan Mataram mnegundurkan diri.
                        Lebih dari 40.000 orang Jawa, kebanyakan petani, yang dijadikan serdadu dalam pasukan Sultan Agung sekarat dan mati ditanah-tanah pertanian yang sudah habis dibabat untuk makan, disekitar Jakarta.Jan Pieterzoon Coen sendiri meninggal setelah sakit , di batavia yang terkepung, pada tanggal 21 September 1629.

Misi dagang VOC diserang Sultan Agung
            Sementara itu, pimpinan VOC di negeri Belanda melihata bahwa untuk alasan perdagangan, Belanda masih membutuhkan Mataram. Alasan utamanya adalah Belanda membutukan beras dan pelabuhannya. Karena itu tahun 1631, dikirimlah sebuah perwakilan VOC yang besar. Dalam perjalanan menuju ke Karta Mataram, mereka singgah di Jepara. Disini mereka diterima baik-baik
oleh bupati setempat. Namun tadinya, tak lama kemudian mereka diserang secara tiba-tiba . dalam keadaan diborgol dan diikat, seluruh anggota ini dibawa ke Karta untuk dipenjara disana. Di Mataram, mereka dimasukkan kedalam penjara selam 15 tahun, bergabung bersama pelaut Belanda yang kapalnya kandas dipesisir Jawa. Sultan Agung masih menganggap Belnda sebgai musuh.
Tanah Sunda dan VOC
                        Seharusnya, ketika sultan Agung menyerang Batavia, tanah sunda mengirimkan pasukannya untuk membantu.ternyata hal itu tidak dilakukan.Sultan Agung pun murka .tahun 1632, ia mengirim pasukan ke tanah sunda untuk menghukum bupati sunda beserta rakyatnya. Secara kejam, dibantainya rakyat sunda. Bupati dan 1.250 pengikutnya dibawah ke karta, untuk kemudian dipancung disana.
                        Untuk mendapatkan perlindungan , rakyat sunda yang tersiksa lari ke pihak VOC atau kompeteni untuk meminta perlindungan .pada waktu itu, kompeni belum ikut campur dalam urusa dalam negeri Kerajaan Mataram.
            Selain melewati pertempuran-pertempuran, dalam menaklukan kembali daerah-daerah dan penyerangan besar-besaran mengepung Batavia dilakukan melalui daratan dan lautan. Kerajaan Mataram Islam meskipun menjadi kerajaan yang bersifat agraris,juga dibawah Sultan Agung kerajaan tersebut juga mengembangkan perdagangan ekspor dan impor komoditas-komoditas melalui  pelabuhan dipesisir utara Jawa seperti Jepara,Kendal,dan Tegal. Ekspor dari Mataram terutama beras melalui pelabuhan Jepra,Kendal,dan Tegal merupakan monopoli kerajaan yang di tangani oleh para Temenggung. Sultan Agung Mataram melakukan pembangunan sebagai contoh ia mempersiapkan untuk pendirian kota yang akan dipusatkan di Plered,pembangunan komplek pemakaman di Girilaya, kemudian mengadakan pembangunan makam di Bukit Merek yang di mulai tahun 1632 setelah selesai diberi nama Imogiri.
            Dalam segi keagamaan masanya cenderung mengadakan perimbangan antara agama Islam dan agama Hindu. Ia membuat kalender tahun Jawa dengan perhitungan antara tahun Hijriah dan tahun Saka yang waktu tahun 1555 Saka dapat diterima oleh masyarakat Jawa dan sampai sekarang disebut penanggalan Jawi. Sultan Agung yang terkenal itu sakit dan wafat di keraton Kota Gede pada tahun 1645 dan kemudian ia dimakamkan di Imogiri, kompleks makam yang telah ia rintis pembangunannya.
            Pengganti Sultan Agung Mataram adalah puteranya yang bernama Amangkurat dengan gelar Sultan Amangkurat Senapati Ing Alaga Ngabdur Rahman Syaidin Panatagama yang untuk mudahnya disebut Amangkurat I. Ia memindahkan keratondari kota Gede ke Plered yang menurut Babad ing Sengkala terjadi pada tahun 1569 Jawa atau 1647 M, tentang keraton dan komponen-komponen kota Plered telah dibicarakan Dr. Inajati Adrisijanti Romli dalam disertasinya Arkeologi perkotaan Mataram Islam. Masa pemerintahan Amangkurat I dalam Babad antara Babad Tanah Jawi,kecuali memberikan gambaran pemberontakan sampai pemberontakan Trunojoyo juga tindakan-tindakan tercelanya karena melakukan perintah pembunuhan terhadap siapa saja yang dianggap merongrong kekuasaannya, bukan hanya para pejabat antara lain antara lain Temenggung Wiraguna, tetapi juga adiknya sendiri dan para Ulama. Sunan Amangkurat I itu lebih dekat kepada VOC untuk mencari dukungannya dari pada ke masyarakat kerajaannya sendiri. Sebagai bukti melakukan perjanjian dengan VOC yang hakikatnya Mataram harus mengakui kekuasaan politik VOC di Batavia dan disusul dengan pengiriman utusan-utusan tiap tahun dari VOC ke Mataram. Kedekatan Mataram dengan VOC menyebabkan makin banyaknya tindakan mencampuri politik kerajaan Mataram. Permusuhan Sunan Amangkurat I dengan pangeran Adipati Anom juga menambahkan ketidaksenangan para pejabat dan masyarakat Mataram. Faktor-faktor itu ditambah lagi pemberontakan pangeran Trunajaya yang dibantu oleh pangeran Kajoran dan para pejabat dan masyarakat kerajaan Mataram yang sudah sangat tertekan. Dengan masuknya pasukan pemberontak pangeran Trunajaya Sunan Amangkurat I terpaksa menyingkir ke luar kota dan menuju ke daerah Banyumas, dengan tujuan ke Cirebon untuk minta bantuan juga ke pada VOC. Akan tetapi, sesampainya di Wanayasa ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada tanggal 10 Juli 1677 yang kemudian jenazanya dibawa ke Tegalwangi didaerah Tegal untuk dimakamkan. Ia masih sempat mengangkat Pangeran Adipati Anom sebagai penggantinya dengan gelar Sunan Amangkurat II. Sejak pemerintahan baik Sunan Amangkurat I maupun Sunan Amangkurat II dan seterusnya, kerajaan Mataram Islam sampai Perang Giyanti tahun1755 terus-menerus mengalami pengaruh politik VOC. Bahkan melalui perjanjian Giyanti itulah kerajaan Mataram Islam dipecah menjadi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kesultanan Surakarta (solo).
4. Perjanjian Giyanti
            Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III sesudah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta & Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dlm Perjanjian Giyanti [nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah]. Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik & wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta & Kasunanan Surakarta ialah “ahli waris” dari Kesultanan Mataram.
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua: wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta. Di dalamnya juga terdapat klausul, bahwa pihak VOC dapat menentukan siapa yang menguasai kedua wilayah itu jika diperlukan.

Pasal 1
Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah di atas separo dari Kerajaan Mataram, yang diberikan kepada beliau dengan hak turun temurun pada warisnya, dalam hal ini Pangeran Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro.
Pasal 2
Akan senantiasa diusahakan adanya kerjasama antara rakyat yang berada dibawah kekuasaan Kumpeni dengan rakyat Kasultanan.
Pasal 3
Sebelum Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder) dan para Bupati mulai melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melakukan sumpah setia pada Kumpeni di tangan Gubernur.Intinya seorang patih dari dua kerajaan harus dikonsultasikan dengan Belanda sebelum kemudian Belanda menyetujuinya.
Pasal 4
Sri Sultan tidak akan mengangkat/memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati, sebelum mendapatkan persetujuan dari Kumpeni.Pokok pokok pemikirannya itu Sultan tidak memiliki kuasa penuh terhadap berhenti atau berlanjutnya seorang patih karena segala keputusan ada di tangan Dewan Hindia Belanda.
Pasal 5
Sri Sultan akan mengampuni Bupati yang selama dalam peperangan memihak Kumpeni.
Pasal 6
Sri Sultan tidak akan menuntut haknya atas pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran, yang telah diserahkan oleh Sri Sunan Paku Buwono II kepada Kumpeni dalam Contract-nya pada tanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya Kumpeni akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan 10.000 real tiap tahunnya.
Pasal 7
Sri Sultan akan memberi bantuan pada Sri Sunan Paku Buwono III sewaktu-waktu diperlukan.
Pasal 8
Sri Sultan berjanji akan menjual kepada Kumpeni bahan-bahan makanan dengan harga tertentu.
Pasal 9
Sultan berjanji akan mentaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara raja-raja Mataram terdahulu dengan Kumpeni, khususnya perjanjian-perjanjian 1705, 1733, 1743, 1746, 1749.
Penutup
Perjanjian ini dari pihak VOC ditanda tangani oleh N. Hartingh, W. van Ossenberch, J.J. Steenmulder, C. Donkel, dan W. Fockens. "
5.VOC menuju kebangkrutan dan pembubaran
Banyak pendapat yang menyatakan bahwa sebab yang menyebabkan VOC runtuh adalah lantaran korupsi yang terjadi di tubuh VOC itu sendiri. Namun tokoh – tokoh berwibawa seperti J.C. van Leur dan W. Coolhaas secara meyakinkan mengemukakan bahwa korupsi bukanlah faktor utama dalam kemunduran dan keruntuhan VOC (Boxer, 1983 : 107). Penaklukan tiga daerah seperti Malaka, Srilangka dan Makassar hanya dapat diselesaikan sesudah pertempuran – pertempuran sengit terhadap lawan – lawan yang gigih, sementara peperangan yang terjadi di Jawa Tengah memperlihatkan kelemahan –kelemahan yang mencolok dari organisasi dan personil militer VOC. Perang Perebutan Mahkota III (1749 – 1755) berakhir tanpa memberikan penyelesaian yang jelas, tetapi hasilnya seri segi tiga antara VOC, Susuhunan Surakarta dan Sultan Yogyakarta. Hal tersebut memperlihatkan lemahnya organisasi dan militer VOC. Namun Van leur berpendapat bahwa kelemahan angkatan laut merupakan faktor utama dalam kejatuhan VOC, walaupun dia melangkah terlalu jauh dengan menyatakan bahwa inilah sesungguhnya yang merupakan satu – satunya sebab keruntuhan VOC. VOC banyak kekurangan tengaga pelaut yang terampil sehingga banyak digunakan tenaga pelaut yang lemah fisik dan kadang – kadang sakit. Kemerosotan dalam mutu awak kapal VOC mungkin ada hubungannya dengan jumlah kapal karam, terutama dalam kalangan kapal Hindia. Perang tahun 1780 – 1783 memperlihatkan kelamahan maritim VOC demikian jelasnya, hingga Heeren XVII terpaksa meminta bantuan angkatan laut dari Staten Generaal (Ibid, hal : 140).
Keadaan VOC yang merosot di Asia menjadi bahan pembahasan di negeri Belanda, mengenai apa yang harus atau dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan ini. Para pembela kompeni mengatakan bahwa hutangnya yang berjumlah Fl.21.543.644 telah berkurang menjadi Fl.8.506.567 dalam tahun 1799. Mereka menyatakan bahwa hutang ini seluruhnya dapat dihapuskan, kalau tidak karena keterlibatannya dalam Perang Belanda – Inggris yang membawa bencana dalam tahun 1780 – 1783, yang sama sekali tidak dikehendakinya. Pada akhirnya karena banyaknya hutang – hutang VOC serta terjadinya banyak korupsi di tubuh VOC itu sendiri, pihak negeri Belanda melayangkan mosi tidak percaya terhadap Heeren XVII dan membubarkannya. Dengan demikian VOC pun dibubarkan pada 31 Desember 1799.

Selain itu banyak sebab- sebab lain dari berbagai pakar. Berikut ini adalah sebagian pendapat mereka :

Pada pertengahan abad ke 18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab. Kemunduran ini mengakibatkan dibubarkannya VOC. Di antara beberapa penyebabnya adalah:
  1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi.
  2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa.
  3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak.
  4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan.
  5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis.
  6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.
  7. Akhirnya VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.
Sejak tahun 1780-an terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan, yang menyebabkan kerugian perusahaan dagang tersebut. Hal ini disebabkan oleh korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh para pegawai VOC di Asia Tenggara, dari pejabat rendah hingga pejabat tinggi, termasuk para residen. Misalnya beberapa residen Belanda memaksa rakyat untuk menyerahkan hasil produksi kepada mereka dengan harga yang sangat rendah, dan kemudian dijual lagi kepada VOC melalui kenalan atau kerabatnya yang menjadi pejabat VOC dengan harga yang sangat tinggi.
Karena korupsi, lemahnya pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan pemerintah Belanda sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang ditransfer ke Belanda karena dikorupsi oleh para pegawai VOC di berbagai wilayah, maka kontrak VOC yang jatuh tempo pada 31 Desember 1979 tidak diperpanjang lagi dan secara resmi dibubarkan tahun 1799. Setelah dibubarkan, plesetan VOC menjadi Vergaan Onder Corruptie (Hancur karena korupsi).
Setelah VOC dibubarkan, daerah-daerah yang telah menjadi kekuasaan VOC, diambil alih –termasuk utang VOC sebesar 134 juta gulden- oleh Pemerintah Belanda, sehingga dengan demikian politik kolonial resmi ditangani sendiri oleh Pemerintah Belanda. Yang menjalankan politik imperialisme secara sistematis, dengan tujuan menguasai seluruh wilayah, yang kemudian dijadikan sebagai daerah otonomi yang dinamakan India-Belanda (Nederlands-Indië) di bawah pimpinan seorang Gubernur Jenderal.
Gubernur Jenderal VOC terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797 – 1799), menjadi Gubernur Jenderal Pemerintah India-Belanda pertama (1800 – 1801).
Dari berbagai pendapat dapat kita simpulkan bahwa sebab keruntuha VOC itu adalah
  1. Korupsi merajalela di kalangan pegawai pejabat dan hampir semua lini pemerintahan VOC di Nusantara.
  2. Banyaknya pengeluaran yang terjadi pada masa itu. Ini adalah dampak dari peperangan melawan Iggris.
  3. Adanya saingan baru di daerah Nusantara seperti Inggris dan Perancis
  4. Perubahan politik di Belanda juga menyebabkan keruntuhannya.
  5. Hutang VOC sangatlah besar.
  6. Lemahnya pasukan militer atau perang VOC
  7. Mulai tumbuhnya rasa Nasionalisme di daerah Nusantara

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Mataram merupaken kerajaan berbasis agraris/pertanian & relatif lemah secara maritim. Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yg bisa dilihat sampai kini, seperti kampung Matraman di Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat, penggunaan hanacaraka dlm literatur bahasa Sunda, politik feodal di Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yg masih berlaku sampai sekarang. Kesultanan Mataram ialah kerajaan Islam di Pulau Jawa yg pernah berdiri pada abad ke-17.
            Sultan Agung belum memandang Belanda sebagai musuh, melainkan pedagang semata. Karena itu, ia tidak menganggap Belanda akan mencari kekuasaan dan kejayaan, apalagi mengambil tanah sebagai milik. Barulah setelah VOC menolak meminjamkan kapal-kapalnya kepada Mataram untuk menyerang Banten, Mataram menganggap Mataram sebagai musuh. Penolakkan ini menyebabkan Sultan Agung bertekad untuk menaklukkan Batavia terlebih dahulu sebelum menyerang Banten.
            Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III sesudah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta & Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dlm Perjanjian Giyanti [nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah]. Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik & wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta & Kasunanan Surakarta ialah “ahli waris” dari Kesultanan Mataram.
Dari berbagai pendapat dapat kita simpulkan bahwa sebab keruntuha VOC itu adalah
  1. Korupsi merajalela di kalangan pegawai pejabat dan hampir semua lini pemerintahan VOC di Nusantara.
  2. Banyaknya pengeluaran yang terjadi pada masa itu. Ini adalah dampak dari peperangan melawan Iggris.
  3. Adanya saingan baru di daerah Nusantara seperti Inggris dan Perancis
  4. Perubahan politik di Belanda juga menyebabkan keruntuhannya.
  5. Hutang VOC sangatlah besar.
  6. Lemahnya pasukan militer atau perang VOC
  7. Mulai tumbuhnya rasa Nasionalisme di daerah Nusantara














DAFTAR PUSTAKA
  1. Suyono,R.P, 2003,Peparangan Kerajaan di Nusantara,Jakarta,Grasindo.
  2. Restu,Gunawan Dkk,1999,Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta,Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
  3. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto,2008, Sejarah Nasional Indonesia III, cet.2.Edisi Pemutakhiran,Jakarta,Balai Pustaka,
  4. http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram diakses pada tanggal 28 April 2013 pada pukul 20.30 wib.
  5. http://www.sejarahnusantara.com/kerajaan-islam/sejarah-kesultanan-mataram-1588%E2%80%931681-nagari-mataram-10011.htm diakses pada tanggal 31 Mei 2013 pada pukul 22.23 wib.
  6. http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Giyanti diakses pada tanggal 31 Mei 2013 pada pukul 22.01 wib.
  7. http://ngeblogbersama.wordpress.com/2012/03/13/sebab-sebab-runtuhnya-voc/ diakses pada tanggal 31 Mei 2013 pada pukul 20.30 wib.

0 komentar:

Posting Komentar