Minggu, 11 Mei 2014

Masuknya Islam ke Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang Masalah
Mengungkapkan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera.
1.2              Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan beberapa masalah tentang latar belakang masuknya Islam di ranah Sumatera. Yaitu :
1.          Keadaan Masyarakat Sumatera Sebelum Masuknya Islam
2.          Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Utara
3.      Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Sumatra
4.      Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan
5.      Kesultanan Palembang

1.3              Tujuan
Tujuan penulisan ini sebagai berikut :
1. Mengasah kemampuan penulis secara akademik untuk membahas tentang Masuknya Islam di Sumatera.
2. Untuk menambah wawasan atau pemahaman terhadap materi ini.
3. Mencapai nilai yang memuaskan.






BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera
Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan sampai dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-bangunan masjid, makam, ataupun lainnya. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Seorang Italia dari Venetia yang bernama Marcopolo. Pada tahun 1292 Marcopolo singgah di bagian Utara Aceh dalam perjalanannya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Di Perlak (Peureula) ia menjumpai penduduk yang memeluk agama Islam, dan juga banyak pedagang Islam yang berasal dari India yang giat menyebarkan agama Islam. Di sekitar kota banyak penduduknya yang masih kafir. Hal ini menunjukkan pada masa kedatangan Marcopolo pengislaman di wilayah itu belum lama berlangsung. (R. Soekmono, 1981.42)
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1-4 H merupakan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Hal ini dapat diketahui berdasarkan sumber-sumber asing. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Marcopolo menguunjungi pula berbagai tempat lainnya di Ujung Utara Sumatera itu. Dikatakannya bahwa di wilayah Utara Aceh penduduknya masih belum Islam. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi, mungkin dalam kurun waktu abad 1-4 H terdapat hubungan pernikahan anatara para pedagang atau masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam baik sebagai istri ataupun keluarganya. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera, baru ditemukan setelah abad ke-10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di Meunahasah Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke 13. M. (A.Hasyimsy, 1993. 193)


2.2 Keadaan Masyarakat Sumatera Sebelum Masuknya Islam

Sumatera Utara memiiki letak geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara menjadi pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Dari catatan perjalanan di Perlak (Peureula) Marcopolo menjumpai penduduk yang memeluk agama Islam, dan juga banyak pedagang Islam yang berasal dari India yang giat menyebarkan agama Islam. Di sekitar kota banyak penduduknya yang masih kafir. Hal ini menunjukkan pada masa kedatangan Marcopolo pengislaman di wilayah itu belum lama berlangsung. (A. Hasyimsy, 1993.193)
Keadaan ini rupanya sangat segera berubah. Di Samudra terdapatkan makam-makam raja Islam, di antaranya satu dari Sultan Malik al-Saleh yang meninggal dalam bulan Ramadhan tahun 676 sesudah hijrah Nabi (= 1297 Masehi). Ini, berarti, bahwa segera sesudah kunjungan Marco Polo itu Samudra telah di Islamkan, sedangkan yang memerintah adalah orang yang bergelar “Sultan”. (A. Hasyimsy, 1993.193)
Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya diIslamkan oleh Syekh Ismael. (A.Hasyimsy, 1993. 194)
Sama halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis yang strategis. Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini. (A. Hasyimsy, 1993.194)
Sebelum masuknya Islam, Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddha. Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena kerajaannya bercorak Buddha, maka secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya menganut Agama Buddha. (A.Hasyimsy, 1993. 194)
Letak yang strategis menyebabkan interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau harus dihadapi. Hal ini membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk ke Sriwijaya dan mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya. Termasuk masuknya Islam. (A.Hasyimsy, 1993. 194)

Bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup diri, dan sangat menghormati perbedaan keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan besar ajaran agama yang berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat Islam dapat masuk dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan khususnya dan Pulau Sumatera umumnya. (A.Hasyimsy, 1993. 194)

2.3 Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Utara
 
Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perniagaan yang terpenting di Nusantara pada abad ke- 7 M. Sehingga Sumatera Utara menjadi salah satu tempat berkumpul dan singgahnya para saudagar-saudagar Arab Islam. Dengan demikian dakwah Islamiyah berpeluang untuk bergerak dan berkembang dengan cepat di kawasan ini.
Hal ini berdasarkan catatan tua Cina yang menyebutkan  adanya sebuah kerajaan di utara Sumatera namanya Ta Shi telah membuat hubungan diplomatik dengan kerajaan Cina. Ta Shi menurut istilah Cina adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang Islam. Letak kerajaan Ta Shi itu lima hari berlayar dari Chop’o (bagian yang lebih lebar dari malaka) di seberang selat Malaka. Ini menunjukkan Ta Shi dalam catatan tua Cina itu ialah Ta Shi Sumatera Utara, bukan Ta Shi Arab. Karena, Ta Shi Arab tidak mungkin di capai dalam waktu lima hari. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Islam semakin berkembang di Sumatera Utara setelah semakin ramai pedagang – pedagang muslim yang datang ke Nusantara, karena Laut Merah telah menjadi Laut Islam sejak armada rome dihancurkan oleh armada muslim di Laut Iskandariyah. (A.Hasyimsy, 1993. 193)
Disamping itu terdapat satu faktor besar yang menyebabkan para pedagang Islam  Arab memilih Sumatera Utara pada akhir abad ke- 7 M yaitu karena terhalangnya pelayaran mereka melalui Selat Malaka karena disekat oleh tentara laut/Sriwijaya kerajaan Budha sebagai pembalasan atas serangan tentara Islam atas kerajaan Hindu di Sind. Maka terpaksalah mereka melalui Sumatera utara dengan pesisir barat Sumatera kemudian masuk selat Sunda melalui Singapura menuju Kantun, Cina. (A.Hasyimsy, 1993. 193)


2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Sumatra
       Berita awal abad ke-16 M dari Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) mengatakan bahwa di Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatera, telah banyak kerajaan Islam baik yang besar maupun yang kecil. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Aceh, Bican, Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongkol, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau, Tiku, Panchur, Barus, dan lainnya. Kerajaan-kerajaan tersebut ada yang tengah mengalami pertumbuhan dan ada pula yang tengah mengalami keruntuhan karena pergeseran politik satu dengan lainnya. Berdasarkan sumber-sumber sejarah lainnya bahkan data arkeologis ada kerajaan Islam yang tumbuh sejak dua abad sebelum kehadiran Tome Pires.

1.     KERAJAAN PERLAK
            Kata Perlak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Kayei Peureulak” (Kayu Perlak). Kayu ini sangat baik digunakan untuk bahan dasar pembuatan perahu kapal, sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-perusahaan perahu kapal dan di Perlak banyak tumbuh jenis pepohonan ini, sehingga disebut negeri Perlak (Perlak). (A.Hasyimsy, 1993. 152)
            Perlak merupakan salah satu pelabuhan perdagangan yang maju dan aman pada abad ke- 8 M. sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang muslim. Dengan demikian, secara tidak langsung berkembanglah masyarakat Islam di daerah ini. Faktor utamanya yaitu karena sebab pernikahan antara saudagar-saudagar muslim dengan perempuan-perempuan pribumi. Sehingga menyebabkan lahir keturunan-keturunan yang beragama Islam.
            Hal ini semakin berkembang sehingga berdirinya kerajaan Islam Perlak yaitu pada hari selasa bulan muharram tahun 225 H (840 M) dan sultannya yang pertama adalah Syed Maulana Abdul Aziz Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah. Kemudian Bandar Perlak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah. (A.Hasyimsy, 1993. 195)



            Islam terus berkembang di Perlak, dan hal ini terlihat jelas pada abad ke-13 M. Pada abad ini, perkembangan Islam di Perlak melebihi dari daerah-daerah lain di Sumatera. Hal ini bersumber pada riwayat Marco Polo yang tiba di Sumatera pada tahun 1292 M. Ia  mengatakan bahwa pada saat iu di Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan, yang semuanya menyembah berhala kecuali satu, itu kerajaan Perlak.
            Kerajaan Perlak terus berdiri hingga akhirnya bergabung dalam kerajaan Islam Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Dzahir (1289 – 1326 M). (A.Hasyimsy, 1993. 202)

2.     KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Kerajaan Samudra Pasai mempunyai peran penting di dalam penyebaran agama Islam di Asia Tenggara. Malaka menjadi kerajaan yang bercorak Islam karena amat erat hubungannya dengan Kerajaan Samudra Pasai lebih-lebih dengan mengadakan hubungan pernikahan antara putra-putri Sultan dari Pasai dengan Malaka sehingga pada awal abad ke-15 M atau sekitar 1414 M tumbuhlah kerajaan Islam Malaka, dimulai pemerintahan Paramisora. Tome Pires menceritakan hubungan antara Pasai dengan Malaka terutama pada masa pemerintahan Saquem Darxa yang dapat disamakan dengan nama Sultan Muhammad Iskandar Syah Raja kedua Malaka. 
            Dalam Hikayat Patani terdapat cerita tentang pengislaman raja Patani yang bernama Paya Tu Naqpa dilakukan oleh seorang dari Pasai yang bernama Syaikh Sa’id karena berhasil menyembuhkan raja Patani itu. Setelah masuk Islam raja berganti nama yaitu Sultan Islamail Syah Zillullah Fil’Alam dan juga ketiga orang putra dan putrinya yaitu Sultan Mudhaffar Syah, Siti Aisyah, dan Sultan Mansur. (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.26)
Raja pertamanya adalah Sultan Malik as Shaleh. Beliau adalah keturunan dari Raja Islam Perlak, yaitu Makhdum Sultan Malik Ibrahim Syah Joan (365 – 402 H/976 – 1012 M).
Ada beberapa hal yang masih simpang siur mengenai Sultan Malik as Shaleh. Ada yang menyebutkan beliau memeluk agama Hindu yang kemudian diIslamkan oleh Syekh Ismail. Ada pula yang menyebutkan bahwa beliau sudah memeluk agama Islam sejak awal.
Sebelum bernama Samudra Pasai, kerajaan ini bernama kerajaan Samudra saja. Kerajaan Samudra merupakan kerajaan yang makmur dan kaya. Juga memiliki angkatan tentara laut dan darat yang teratur.

Kerajaan Samudra semakin bertambah maju, yang kemudian dikenal dengan nama “Samudera Pasai”, yaitu setelah dibangunnya Bandar Pasai pada masa pemerintahan Raja Muhammad. Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dengan  Kerajaan Perlak sangatlah baik. Dan hal ini makin dipererat dengan menikahnya Sultan Malik as Shaleh dengan putri raja Perlak.
Puncak kejayaan kerajaan Samudra Pasai yaitu pada masa pemerintahan Sultan Al Malik Al Zahir (1326—1349/757—750 H). (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.26)
Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai:
S  Salah satu sisi Nisan Sultan Malik as-Salih di Samudra tahun 1297 M di Kabupaten Aceh Utara
S  Makam Sultanah Nahrisah 1428 M di Samudra Pasai, Kabupaten Aceh Utara
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSzLV2I-YskwZO7rASKqrVqSGLF6-8_8MeJFcMkW-YV64reBpHD
S  Mata uang emas dari kerajaan Samudra Pasai, Kabupaten Aceh Utara

http://www.melayuonline.com/image/history/2009/samudra-pasai-rev-03.jpg

3.     KERAJAAN ACEH
Kerajaan ini berdiri pada abad ke- 13 M. Pada awalnya Aceh merupakan daerah taklukan kerajaan Pidir. Namun berkat jasa Sultan Ali Mughiyat Syah, Aceh akhirnya mampu melepaskan diri dan berdaulat penuh menjadi Kerajaan. Atas jasa beliau, akhirnya Sultan Mghiyat Syah dinobatkan menjadi Raja pertama.
Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607—1638 M). (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.31)
Salah satu makam raja-raja Aceh, di Banda Aceh
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRgVF_5S1q15inPYZimXYMfcgR3a2mEA3NSqVhg87ySmhRbq6ZtJw

S  Genta perunggu “Cakra Donya” dari Kerajaan Aceh, Banda Aceh
http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQssr8Msi7eLDVPR-wwAD19ftaHy29tC4QI6Z1zkpToNqUYSVIy

4.     KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI RIAU
Kerajaan-kerajaan Islam yang disebut sebut dalam berita Tome Pires (1512-1515) ialah Siak, Kampar, Inderagiri kini berada di daerah Riau. Kerajaan-kerajaan tersebut mulai bercorak Islam belum dapat dipastikan meskipun para pedagang muslim dari Arab dan negeri-negeri Timur Tengah lainnya sejak abad ke-7 atau ke-8 sudah memegang peran dalam pelayaran dan perdagangan melalui Selat Malaka. Mengingat kerajaan Kampar, Indragiri, dan Siak pada abad ke-13 dan ke-14 M masih ada dalam kekuasaan kerajaan Melayu dan Singasari-Majapahit, yang mendekati kepastian kerajaan-kerajaan tersebut tumbuh menjadi kerajaan-kerajaan bercorak Islam sejak abad ke-15 M. (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.37)
S  Masjid di Pulau Penyengat
http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTE7ubO9KHp_J6wMXv9o8z86sNm8qXN0qe4RdWg_Fd6GhJvZtoQLw


5.     KERAJAAN ISLAM DI JAMBI
Letak geografis Jambi dengan DAS Batanghari dengan sungai-sungai lainnya memberikan kemudahan untuk kegiatan perdagangan baik lokal, regional, maupun internasional. Hubungan pelayaran dan perdagangannya dengan tempat-tempat di pesisir timur yaitu di Selat Malaka ditandai dengan munculnya kontak dengan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional yang sudah ada sejak abad-abad pertama Masehi. Dengan adanya kegiatan perdagangan muslim dalam pelayaran dan perdagangan internasional sejak abad ke-7 dan ke-8 M, kemungkinan mereka sudah dapat berhubungan satu dengan yang lainnya. (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.40)
6.     KERAJAAN ISLAM di SUMATERA SELATAN
Sebagaimana telah disebut-sebut di bagian muka bahwa para pedagang muslim dari Arab, Persi (Iran), dan dari negeri-negeri di Timur Tengah lainnya sejak abad ke-7 dan ke-8 M sudah berperan aktif dalam pelayaran dan perdagangan internasional melalui Selat Malaka. Masa itu sesuai dengan tumbuh kembangnya kerajaan Sriwijaya dari segi politik, ekonomi, perdagangan, dan kebudayaan. Karena itulah tidak mustahil para pedagang muslim tidak singgah di ibu kota kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddhis, paling tidak untuk melakukan hubungan perdagangan. (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.45)
7.     KERAJAAN ISLAM di SUMATERA BARAT
Awal masuk dan berkembangnya Islam di daerah Sumatera Barat masih sukar dipastikan. Berita dari Cina dari dinasti T’ang menyebutkan bahwa pada sekitar abad ke-7 M (674 M) ada kelompok orang Arab (Ta-shih) dan yang oleh W.P. Goeneveldt perkampungan mereka ada di pesisir barat Sumatera. Selain pendapat tersebut, ada juga yang berpendapat bahwa Islam datang dan berkembang di daerah Sumatera Barat baru sekitar akhir abad ke-14 M atau abad ke-15 M dan Islam sudah memperoleh pengaruhnya di kerajaan besar Minangkabau. (Marwati Djoened/Nugroho Susanto, 2010.47)




2.5 Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan

Palembang adalah kota yang memiliki letak geografis yang sangat strategis. Sejak masa kuno, Palembang menjadi tempat singgah para pedagang yang berlayar di selat Malaka, baik yang akan pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya maupun yang akan melewati jalur barat ke India dan negeri Arab  serta terus melewati jalur barat ke India dan negeri Arab serta terus ke Eropa. Dan selain pedagang, para peziarah pun banyak menggunakan jalur ini. Persinggahan ini yang memungkinkan terjadinya agama Islam mulai masuk ke Palembang (Sriwijaya pada waktu itu) atau ke Sumatera Selatan. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
            Ada sebuah catatan sejarah Cina yang ditulis oleh It’sing, ketika ia berlayar ke India dan akan kembali ke negeri Cina dan tertahan di Palembang. Kemudian ia membuat catatan tentang kota dan penduduknya. Ada dua tempat di tepi selat Malaka pada permulaan abad ke-7 M yang menjadi tempat singgah para musafir yang beragama Islam dan diterima dengan baik oleh penguasa setempat yang belum beragama Islam yaitu Palembang dan Keddah. Dengan demikian dapat disimpulkan, pada permulaan abad ke- 7 M di Palembang sudah ada masyarakat Islam yang oleh penguasa setempat (pada waktu itu Raja Sriwijaya) telah diterima dengan baik dan dapat menjalankan ibadah menurut agama Islam. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
            Selain itu, ada sumber yang menyebutkan bahwa telah ada hubungan yang erat antara perdagangan yang diselenggarakan oleh kekhalifahan di Timur Tengah dengan Sriwijaya yaitu dengan mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan raja Ta-che (sebutan untuk Arab) ke Kalingga pada 674 M, dapatlah dipastikan bahwa di Sumatera Selatan pun telah terjadi proses awal Islamisasi. Apalagi T’ang menyebutkan telah adanya kampung Arab muslim di pantai Barat Sumatera. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
            Sesuai dengan keterangan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia tidak mengadakan invasi militer dan agama, tetapi hanya melaui jalan perdagangan. System penyebaran Islam yang tidak kenal misionaris dan tidak adanya sistem pemaksaan melalui perang, melainkan hanya melaui perdagangan saja memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan penyebaran agama Budha, dapat menerima kehadiran Islam di wilayahnya. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
            Berdasarkan sejarah, Sriwijaya terkenal memiliki kekuatan maritim yang tangguh. Walaupun ada yang meragukan hal tersebut karena melihat kondisi maritim bangsa Indonesia sekarang. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
            Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan putra pribumi ikut berlayar bersama para pedagang Islam ke pusat agama Islam yaitu mekkah dan tidak menutup kemungkinan pula, putera pribumi mengadakan ekspedisi ke timur tengah untuk memperdalam keilmuan agama Islam. (A.Hasyimsy, 1993. 206)
            Sehingga dapat disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia tidak serta merta menunggu para pedagang Islam baik itu dari bangsa Arab ataupun sekitarnya untuk mencari tambahan pengetahuannya tentang ajaran agama Islam. (A.Hasyimsy, 1993. 206)

2.6 Kesultanan Palembang

            Pada waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di daerah ini ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M). Pada awalnya ia beragama Hindu, lalu kemudian memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwasanya pada waktu itu, Islam sudah dominan di Palembang. (Gadjahnata & Edi Swasono, 1986.19)
            Pada suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu Kertabumi, yang bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir dari rahimnya seorang anak yang bernama Raden Patah. (Gadjahnata & Edi Swasono, 1986.19)
            Pada tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah), menghadap Prabu Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa Bintoro, yang nantinya berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak yang pada akhirnya menghancurkan Majapahit. (Gadjahnata & Edi Swasono, 1986.19)
            Pada tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami kekalahan. Para pembesar kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan bermigrasi ke Palembang yang kemudian mendirikan kerajaan Islam Palembang. (Gadjahnata & Edi Swasono, 1986.19)
            Pada akhirnya kesultanan Palembang hilang karena dihapus status kesultanannya oleh colonial Belanda. (Gadjahnata & Edi Swasono, 1986.19)

Selain itu ajaran agama Islam adalah ajaran yang Sempurna, yang melingkupi semua aspek kehidupan. dan semua itu bisa diuji kebenarannya. Penyebaran Islam "Tidak" dilakukan dengan paksaan, melainkan dilakukan oleh pembawanya dengan santun. Diantaranya melalui :
1.      Kesenian di daerah dimana dia disebarkan.
2.      Perkawinan
3.      Penyesuaian dengan budaya yang sudah ada, seperti syukuran atas panen (upacara) panen, upacara penghormatan leluhur yang diadaptasikan menjadi acara tahlilan 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari untuk mendoakan meninggalnya salah satu anggota keluarga.
4.      Melalui contoh perilaku. Ini yang terpenting. Karena pembawa ajaran Islam dalam perilaku kesehariannya sangat menarik hati bangsa indonesia, maka akhirnya banyak yang tertarik.
5.      Melalui Tokoh dan atau pemimpin. Seperti halnya raja raja. Ini tidak berarti lantas raja tersebut memaksa rakyatnya untuk menjadi muslim, melainkan mengajak rakyatnya untuk mengenal ajaran ini. Sebagaimana lazim bahwa raja adalah 'orang terpandai' di negaranya maka apa yang dilakukannya akan di ikuti pula oleh rakyatnya.
Dalam sejarah tidak ada orang yang dihukum karena dia tidak masuk islam. Dan Tidak pernah sekalipun ada dalam sejarah, tentara islam yang menyerang bangsa/agama lain untuk menyebarkan agamanya di Indonesia. Penyebaran Islam tetap berpegang pada pedoman bahwa Islam adalah "Rahmatan LillAlamin" yaitu Rahmat bagi seluruh alam, tidak hanya untuk bangsa tertentu. Karena Islam tidak mengenal apa yang namanya Kasta dan juga di dalam Islam semua manusia di mata Allah itu sama yang membedakannya adalah amalan mereka. Islam juga tidak memaksa penganut lain untuk masuk Islam. kenapa dulu penganut Hindu dan Budha bisa masuk Islam karena mereka mendapatkan kedamaian dan kebenaran.



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan sampai dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-bangunan masjid, makam, ataupun lainnya.
Seorang Italia dari Venetia yang bernama Marcopolo. Pada tahun 1292 Marcopolo singgah di bagian Utara Aceh dalam perjalanannya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Di Perlak (Peureula) ia menjumpai penduduk yang memeluk agama Islam, dan juga banyak pedagang Islam yang berasal dari India yang giat menyebarkan agama Islam. Di sekitar kota banyak penduduknya yang masih kafir. Hal ini menunjukkan pada masa kedatangan Marcopolo pengislaman di wilayah itu belum lama berlangsung.
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1-4 H merupakan fase pertama proses kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Hal ini dapat diketahui berdasarkan sumber-sumber asing.
Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya diIslamkan oleh Syekh Ismael.
Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perniagaan yang terpenting di Nusantara pada abad ke- 7 M. Sehingga Sumatera Utara menjadi salah satu tempat berkumpul dan singgahnya para saudagar-saudagar Arab Islam. Dengan demikian dakwah Islamiyah berpeluang untuk bergerak dan berkembang dengan cepat di kawasan ini.
Hal ini berdasarkan catatan tua Cina yang menyebutkan  adanya sebuah kerajaan di utara Sumatera namanya Ta Shi telah membuat hubungan diplomatik dengan kerajaan Cina. Ta Shi menurut istilah Cina adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang Islam. Letak kerajaan Ta Shi itu lima hari berlayar dari Chop’o (bagian yang lebih lebar dari malaka) di seberang selat Malaka. Ini menunjukkan Ta Shi dalam catatan tua Cina itu ialah Ta Shi Sumatera Utara, bukan Ta Shi Arab. Karena, Ta Shi Arab tidak mungkin di capai dalam waktu lima hari.
Berita awal abad ke-16 M dari Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) mengatakan bahwa di Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatera, telah banyak kerajaan Islam baik yang besar maupun yang kecil. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Aceh, Bican, Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongkol, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau, Tiku, Panchur, Barus, dan lainnya. Kerajaan-kerajaan tersebut ada yang tengah mengalami pertumbuhan dan ada pula yang tengah mengalami keruntuhan karena pergeseran politik satu dengan lainnya. Berdasarkan sumber-sumber sejarah lainnya bahkan data arkeologis ada kerajaan Islam yang tumbuh sejak dua abad sebelum kehadiran Tome Pires.
Selain itu ajaran agama Islam adalah ajaran yang Sempurna, yang melingkupi semua aspek kehidupan. dan semua itu bisa diuji kebenarannya. Penyebaran Islam "Tidak" dilakukan dengan paksaan, melainkan dilakukan oleh pembawanya dengan santun. Diantaranya melalui :
1.Kesenian di daerah dimana dia disebarkan.
2.Perkawinan
3.Penyesuaian dengan budaya yang sudah ada, seperti syukuran atas panen (upacara) panen, upacara penghormatan leluhur yang diadaptasikan menjadi acara tahlilan 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari untuk mendoakan meninggalnya salah satu anggota keluarga.
4.Melalui contoh perilaku. Ini yang terpenting. Karena pembawa ajaran Islam dalam perilaku kesehariannya sangat menarik hati bangsa indonesia, maka akhirnya banyak yang tertarik.
5.Melalui Tokoh dan atau pemimpin. Seperti halnya raja raja. Ini tidak berarti lantas raja tersebut memaksa rakyatnya untuk menjadi muslim, melainkan mengajak rakyatnya untuk mengenal ajaran ini. Sebagaimana lazim bahwa raja adalah 'orang terpandai' di negaranya maka apa yang dilakukannya akan di ikuti pula oleh rakyatnya.
Dalam sejarah tidak ada orang yang dihukum karena dia tidak masuk islam. Dan Tidak pernah sekalipun ada dalam sejarah, tentara islam yang menyerang bangsa/agama lain untuk menyebarkan agamanya di Indonesia. Penyebaran Islam tetap berpegang pada pedoman bahwa Islam adalah "Rahmatan LillAlamin" yaitu Rahmat bagi seluruh alam, tidak hanya untuk bangsa tertentu. Karena Islam tidak mengenal apa yang namanya Kasta dan juga di dalam Islam semua manusia di mata Allah itu sama yang membedakannya adalah amalan mereka. Islam juga tidak memaksa penganut lain untuk masuk Islam. kenapa dulu penganut Hindu dan Budha bisa masuk Islam karena mereka mendapatkan kedamaian dan kebenaran.













Daftar Pustaka
Soekmono, R. 2001. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta : Kansius
Hasyimy, A. 1993. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia. Aceh: ----.
Marwati Djoened Poesponegoro & Notosusanto, Nugroho. 2010. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid. Diakses pada tanggal 8 Maret 2013. Pukul 13.51 WIB

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Terima kasih banyak atas informasi nya, Sangat membantu artikel nya. Teruslah sebar kebaikan dijalan allah swt.. jangan lupa share and kunjungi juga website mp3 kami di http://forumlagump3.wapque.com semoga sukses slalu ya gan.

Posting Komentar